Pada mulanya sunan Giri membuat sebuah wayang yang bentuknya
seperti boneka tangan dari kayu. Wayang tersebut ditujukan agar dapat digelar
sebagai dakwah Islam pada waktu siang hari dikarenakan wayang kulit yang
merupakan seni pertunjukan bayangan pada masa tersebut hanya dapat digelar pada
saat malam hari. Pada tahun 1583, Sunan Kudus kemudian melakukan inovasi pada wayang
kayu buatan Sunan Giri, hasil inovasi inilah yang kemudian populer di wilayah
pantai utara pulau Jawa.
Daerah yang pertama kali dimasuki kesenian wayang baru ini adalah
Cirebon dengan menampilkan kisah-kisah Menak (bahasa Indonesia: bangsawan) yang
memiliki nama-nama seperti Amir, Amir Mukminin, Jaya Dimuri, Jayang Jurit,
Jayeng Laga, Jayeng Satru serta lainnya, wayang tersebut kemudian dikenal
dengan nama wayang cepak.
Dikarenakan masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur telah terlebih
dahulu mengenal wayang kulit, kehadiran wayang golek kurang begitu berkembang,
karena masyarakat disana terlanjur menggemari wayang kulit. Namun wayang golek
Sunan Kudus itu menarik hati dari ulama atau sekurang-kurangnya santri Cirebon
yang sedang berkunjung (atau berguru) ke wilayah Sunan Kudus. Akhirnya ide
wayang golek itu dibawa ke Cirebon.
Pementasan wayang golek di tanah Parahyangan dimulai sejak
kesultanan Cirebon. berada di tangan Panembahan Ratu (1540-1650) cicit dari
Sunan Kudus. Yang dipertunjukan saat itu adalah wayang cepak (atau wayang golek
papak), disebut demikian karena memiliki bentuk kepala yang datar.
Selanjutnya ketika kekuasaan Kesultanan Cirebon diteruskan oleh
Pangeran Girilaya (1650-1662), wayang cepak semakin populer dimana kisah babad dan
sejarah tanah Jawa menjadi inti cerita, yang tentunya masih sarat dengan muatan
agama Islam.
Mungkin beberapa sumber lain mempunyai sudut pandang yang berbeda
karena Secara historis kapan munculnya wayang golek cepak ini tidak diketahui
dengan pasti.
0 Komentar