Raden Arjuna adalah putra ketiga dari
pasangan Dewi Kunti dan Prabu Pandu atau sering disebut dengan ksatria Panengah
Pandawa. Seperti yang lainnya, Arjuna pun sesungguhnya bukan putra Pandu, namun
ia adalah putra dari Dewi Kunti dan Batara Indra. Dalam kehidupan orang jawa,
Arjuna adalah perlambang manusia yang berilmu tingga namun ragu dalam
bertindak. Hal ini nampak jelas sekali saat ia kehilangan semangat saat akan
menghadapi saudara sepupu, dan guru-gurunya di medan Kurusetra. Keburukan dari
Arjuna adalah sifat sombongnya. Karena merasa tangguh dan juga tampan, pada
saat mudannya ia menjadi sedikit sombong.
Arjuna memiliki dasanama sebagai berikut : Herjuna, Jahnawi, Sang Jisnu, Permadi sebagai nama Arjuna saat muda, Pamade, Panduputra dan Pandusiwi karena merupakan putra dari Pandu, Kuntadi karena punya panah pusaka, Palguna karena pandai mengukur kekuatan lawan, Danajaya karena tidak mementingkan harta, Prabu Kariti saat bertahta menjadi raja di kayangan Tejamaya setelah berhasil membunuh Prabu Niwatakaca, Margana karena dapat terbang tanpa sayap, Parta yang berarti berbudi luhur dan sentosa, Parantapa karena tekun bertapa, Kuruprawira dan Kurusatama karena ia adalah pahlawan di dalam baratayuda, Mahabahu karena memiliki tubuh kecil tetapi kekuatannya besar, Danasmara karena tidak pernah menolak cinta manapun, Gudakesa, Kritin, Kaliti, Kumbawali, Kumbayali, Kumbang Ali-Ali, Kuntiputra, Kurusreta, Anaga, Barata, Baratasatama, Jlamprong yang berarti bulu merak adalah panggilan kesayangan Werkudara untuk Arjuna, Siwil karena berjari enam adalah panggilan dari Prabu Kresna, Suparta, Wibaksu, Tohjali, Pritasuta, Pritaputra, Indratanaya dan Indraputra karena merupakan putra dari Batara Indra, dan Ciptaning dan Mintaraga adalah nama yang digunakan saat bertapa di gunung Indrakila. Arjuna sendiri berarti putih atau bening.
Arjuna memiliki dasanama sebagai berikut : Herjuna, Jahnawi, Sang Jisnu, Permadi sebagai nama Arjuna saat muda, Pamade, Panduputra dan Pandusiwi karena merupakan putra dari Pandu, Kuntadi karena punya panah pusaka, Palguna karena pandai mengukur kekuatan lawan, Danajaya karena tidak mementingkan harta, Prabu Kariti saat bertahta menjadi raja di kayangan Tejamaya setelah berhasil membunuh Prabu Niwatakaca, Margana karena dapat terbang tanpa sayap, Parta yang berarti berbudi luhur dan sentosa, Parantapa karena tekun bertapa, Kuruprawira dan Kurusatama karena ia adalah pahlawan di dalam baratayuda, Mahabahu karena memiliki tubuh kecil tetapi kekuatannya besar, Danasmara karena tidak pernah menolak cinta manapun, Gudakesa, Kritin, Kaliti, Kumbawali, Kumbayali, Kumbang Ali-Ali, Kuntiputra, Kurusreta, Anaga, Barata, Baratasatama, Jlamprong yang berarti bulu merak adalah panggilan kesayangan Werkudara untuk Arjuna, Siwil karena berjari enam adalah panggilan dari Prabu Kresna, Suparta, Wibaksu, Tohjali, Pritasuta, Pritaputra, Indratanaya dan Indraputra karena merupakan putra dari Batara Indra, dan Ciptaning dan Mintaraga adalah nama yang digunakan saat bertapa di gunung Indrakila. Arjuna sendiri berarti putih atau bening.
Pada saat lahir, sukma Arjuna yang berwujud cahaya
yang keluar dari rahim ibunya dan naik ke kayangan Kawidaren tempat para
bidadari. Semua bidadari yang ada jatuh cinta pada sukma Arjuna tersebut yang
bernama Wiji Mulya. Kegemparan tersebut menimbulkan kemarahan para dewa yang
lalu menyerangnya. Cahaya yang samar samar tersebut lalu berubah menjadi
sesosok manusia tampan yang berpakaian sederhana.
Hilangnya sukma Arjuna dari tubuh Dewi
Kunthi menyebabkan kesedihan bagi Prabu Pandu. Atas nasehat Semar, Pandu lalu
naik ke kayangan dan meminta kembali putranya setelah diberi wejangan oleh
Batara Guru.
Sejak muda, Arjuna sudah gemar menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu pada siapapun. Menurutnya lingkungan masyarakat adalah gudang dari ilmu. Guru-gurunya antara lain adalah Resi Drona, dari Resi Dona ia mendapat senjata ampuh yang bernama panah Cundamanik dan Arya Sengkali, yang kedua adalah Begawan Krepa, Begawan Kesawasidi, Resi Padmanaba, dan banyak pertapa sakti lainnya. Dalam kisah Mahabarata, Arjuna berguru pada Ramaparasu, namun dalam kisah pewayangan, hal tersebut hampit tidak pernah disinggung.
Sejak muda, Arjuna sudah gemar menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu pada siapapun. Menurutnya lingkungan masyarakat adalah gudang dari ilmu. Guru-gurunya antara lain adalah Resi Drona, dari Resi Dona ia mendapat senjata ampuh yang bernama panah Cundamanik dan Arya Sengkali, yang kedua adalah Begawan Krepa, Begawan Kesawasidi, Resi Padmanaba, dan banyak pertapa sakti lainnya. Dalam kisah Mahabarata, Arjuna berguru pada Ramaparasu, namun dalam kisah pewayangan, hal tersebut hampit tidak pernah disinggung.
Dalam pewayangan diceritakan bahwa Arjuna memiliki
lebih dari 40 orang istri namun hanya beberapa saja yang terkenal dan sering di
singgung dalam pedalangan. Istri-istri Arjuna adalah sebagai berikut :
- Endang Jimambang berputra Bambang
Kumaladewa dan Bambang Kumalasekti
– Dewi Palupi atau Dewi Ulupi berputra Bambang Irawan
– Dewi Wara Sumbadra berputra Raden Angkawijaya atau Raden Abimanyu.
– Dewi Srikandi tidak berputra
– Dewi Ratri berputra Bambang Wijanarka
– Dewi Dresnala berputra Bambang Wisanggeni
– Dewi Juwitaningrat berputra Bambang Senggoto yang beujud raksasa
– Endang Manuhara berputri Dewi Pregiwa dan Dewi Manuwati
– Dewi Banowati berputri Endang Pergiwati (diasuh oleh Endang Manuhara)
– Dewi Larasati berputra Bambang Sumitra dan Bambang Brantalaras
– Dewi Gandawati berputra Bambang Gandakusuma
– Endang Sabekti berputra Bambang Priyembada
– Dewi Antakawulan berputra Bambang Antakadewa
– Dewi Supraba berputra Bambang Prabakusuma
– Dewi Wilutama berputra Bambang Wilugangga
– Dewi Warsiki tidak diketahui putranya
– Dewi Surendra tidak diketahui putranya
– Dewi Gagarmayang tidak diketahui putranya
– Dewi Tunjungbiru tidak diketahui putranya
– Dewi Leng-Leng Mulat tidak diketahui putranya
– Dewi Citranggada berputra Bambang Babruwahana
– Dewi Lestari tidak berputra
– Dewi Larawangen tidak berputra
– Endang Retno Kasimpar tidak berputra
– Dewi Citrahoyi tidak berputra
– Dewi Manukhara tidak berputra
Banyaknya istri yang dimiliki Arjuna ini dalam cerita pewayangan bukanlah merupakan gambaran seseorang yang serakah istri atau mata keranjang, namun gambaran bahwa Arjuna dapat menerima dan diterima oleh semua golongan.
– Dewi Palupi atau Dewi Ulupi berputra Bambang Irawan
– Dewi Wara Sumbadra berputra Raden Angkawijaya atau Raden Abimanyu.
– Dewi Srikandi tidak berputra
– Dewi Ratri berputra Bambang Wijanarka
– Dewi Dresnala berputra Bambang Wisanggeni
– Dewi Juwitaningrat berputra Bambang Senggoto yang beujud raksasa
– Endang Manuhara berputri Dewi Pregiwa dan Dewi Manuwati
– Dewi Banowati berputri Endang Pergiwati (diasuh oleh Endang Manuhara)
– Dewi Larasati berputra Bambang Sumitra dan Bambang Brantalaras
– Dewi Gandawati berputra Bambang Gandakusuma
– Endang Sabekti berputra Bambang Priyembada
– Dewi Antakawulan berputra Bambang Antakadewa
– Dewi Supraba berputra Bambang Prabakusuma
– Dewi Wilutama berputra Bambang Wilugangga
– Dewi Warsiki tidak diketahui putranya
– Dewi Surendra tidak diketahui putranya
– Dewi Gagarmayang tidak diketahui putranya
– Dewi Tunjungbiru tidak diketahui putranya
– Dewi Leng-Leng Mulat tidak diketahui putranya
– Dewi Citranggada berputra Bambang Babruwahana
– Dewi Lestari tidak berputra
– Dewi Larawangen tidak berputra
– Endang Retno Kasimpar tidak berputra
– Dewi Citrahoyi tidak berputra
– Dewi Manukhara tidak berputra
Banyaknya istri yang dimiliki Arjuna ini dalam cerita pewayangan bukanlah merupakan gambaran seseorang yang serakah istri atau mata keranjang, namun gambaran bahwa Arjuna dapat menerima dan diterima oleh semua golongan.
Ketika muda, Arjuna pernah ingin
memperistri Dewi Anggraini, istri Prabu Ekalaya atau juga sering disebut Prabu
Palgunadi dari kerajaan Paranggelung. Saat itu Arjuna yang ingin memaksakan
kehendaknya mengakibatkan Dewi Anggraini bunuh diri karena ia hanya setia pada
suaminya. Prabu Ekalaya yang mengetahui hal itu menantang Arjuna, namun
kehebatan Prabu Ekalaya ternyata lebih dari Arjuna. Arjuna lalu mengadu pada
Drona. Ia beranggapan gurunya telah ingkar janji dengan pernah menyebutkan
tidak akan pernah mengajari memanah kepada siapapun selain Arjuna. Resi Drona
lalu pergi kepada Prabu Ekalaya. Prabu Ekalaya memang adalah penggemar dari
Resi Drona, namun karena ia tak dapat berguru secara langsung, ia menciptakan
arca Drona di istananya untuk diajak bicara dan berlatih.
Oleh Drona hal tersebut dianggap sebagai suatu hal terlarang dengan memasang arcanya di sana. Maka sebagai gantinya Resi Drona lalu meminta Cincin Mustika Ampal yang telah tertanam di ibu jari Prabu Ekalaya. Oleh drona jari tersebut lalu dipotong lalu di tempelkan pada jari Arjuna. Sejak itulah Arjuna memiliki enam jari pada tangan kanannya. Hal ini dalam bahasa Jawa disebut siwil. Saat bertemu dengan Arjuna lagi, Prabu Ekalaya kalah. Saat itu ia menyadari bahwa ia telah diperdaya, maka sebelum mati ia berkata akan membalas dendam pada Drona kelak dalam Perang Baratayuda.
Arjuna memiliki banyak sekali senjata dan aji-aji.Senjata-senjata Arjuna antara lain adalah Panah Gendewa dari Batara Agni setelah ia membantu Batara Agni melawan Batar Indra dengan membakar Hutan Kandawa, Panah Pasopati dari Kirata, seorang pemburu jelmaan Batara Guru, sebelum Arjuna membunuh Niwatakaca, Mahkota Emas dan berlian dari Batara Indra, setelah ia mengalahkan Prabu Niwatakaca dan menjadi Raja para bidadari selama tujuh hari, keris Pulanggeni, keris Kalanadah yang berasal dari taring Batara Kala, Panah Sarotama, Panah Ardadali, Panah Cundamanik, Panah Brahmasirah, Panah Angenyastra, dan Arya Sengkali, keempatnya dari Resi Drona, Minyak Jayangketon dari Begawan Wilawuk, mertuanya, pusaka Mercujiwa, panah Brahmasirah, cambuk kyai Pamuk, panah Mergading dan banyak lagi.
Selain itu aji-aji yang dimiliki Arjuna adalah sebagai berikut :
Oleh Drona hal tersebut dianggap sebagai suatu hal terlarang dengan memasang arcanya di sana. Maka sebagai gantinya Resi Drona lalu meminta Cincin Mustika Ampal yang telah tertanam di ibu jari Prabu Ekalaya. Oleh drona jari tersebut lalu dipotong lalu di tempelkan pada jari Arjuna. Sejak itulah Arjuna memiliki enam jari pada tangan kanannya. Hal ini dalam bahasa Jawa disebut siwil. Saat bertemu dengan Arjuna lagi, Prabu Ekalaya kalah. Saat itu ia menyadari bahwa ia telah diperdaya, maka sebelum mati ia berkata akan membalas dendam pada Drona kelak dalam Perang Baratayuda.
Arjuna memiliki banyak sekali senjata dan aji-aji.Senjata-senjata Arjuna antara lain adalah Panah Gendewa dari Batara Agni setelah ia membantu Batara Agni melawan Batar Indra dengan membakar Hutan Kandawa, Panah Pasopati dari Kirata, seorang pemburu jelmaan Batara Guru, sebelum Arjuna membunuh Niwatakaca, Mahkota Emas dan berlian dari Batara Indra, setelah ia mengalahkan Prabu Niwatakaca dan menjadi Raja para bidadari selama tujuh hari, keris Pulanggeni, keris Kalanadah yang berasal dari taring Batara Kala, Panah Sarotama, Panah Ardadali, Panah Cundamanik, Panah Brahmasirah, Panah Angenyastra, dan Arya Sengkali, keempatnya dari Resi Drona, Minyak Jayangketon dari Begawan Wilawuk, mertuanya, pusaka Mercujiwa, panah Brahmasirah, cambuk kyai Pamuk, panah Mergading dan banyak lagi.
Selain itu aji-aji yang dimiliki Arjuna adalah sebagai berikut :
- Aji Panglimunan/Kemayan : dapat
menghilang
– Aji Sepiangin : dapat berjalan tanpa jejak
– Aji Tunggengmaya : dapat mencipta sumber air
– Aji Mayabumi : dapat meperbesar wibawa dalam pertempuran
– Aji Mundri/Maundri/Pangatep-atep : dapat menambah berat tubuh
– Aji Pengasihan : menjadi dikasihi sesama
– Aji Asmaracipta : menambah kemampuan olah pikir
– Aji Asmaratantra : menambah kekuatan dalam perang
– Aji Asmarasedya : manambah keteguhan hati dalam perang
– Aji Asmaraturida : meanmbah kekuatan dalam olah rasa
– Aji Asmaragama : menambah kemampuan berolah asmara
– Aji Anima : dapat menjadi kecil hingga tak dapat dilihat
– Aji Lakuna : menjadi ringan dan dapat melayang
– Aji Prapki : sampai tujuan yang diinginkan dalam sekejap mata
– Aji Matima/Sempaliputri : dapat mengubah wujudnya.
– Aji Kamawersita : dapat perkasa dalam olah asmara
– Aji Sepiangin : dapat berjalan tanpa jejak
– Aji Tunggengmaya : dapat mencipta sumber air
– Aji Mayabumi : dapat meperbesar wibawa dalam pertempuran
– Aji Mundri/Maundri/Pangatep-atep : dapat menambah berat tubuh
– Aji Pengasihan : menjadi dikasihi sesama
– Aji Asmaracipta : menambah kemampuan olah pikir
– Aji Asmaratantra : menambah kekuatan dalam perang
– Aji Asmarasedya : manambah keteguhan hati dalam perang
– Aji Asmaraturida : meanmbah kekuatan dalam olah rasa
– Aji Asmaragama : menambah kemampuan berolah asmara
– Aji Anima : dapat menjadi kecil hingga tak dapat dilihat
– Aji Lakuna : menjadi ringan dan dapat melayang
– Aji Prapki : sampai tujuan yang diinginkan dalam sekejap mata
– Aji Matima/Sempaliputri : dapat mengubah wujudnya.
– Aji Kamawersita : dapat perkasa dalam olah asmara
Arjuna pernah membantu Demang Sagotra rukun dengan
istrinya saat ia mencari nasi bungkus untuk Nakula dan Sadewa setelah peristiwa
Balesigala-gala. Konon hal ini yang membuat Demang Sagotra rela menjadi tawur
kemenangan Pandawa kelak dalam Perang Baratayuda Jayabinangun.
Setelah Pandawa dihadiahi hutan
Kandaprasta yang terkenal angker, Arjuna bertemu dengan Begawan Wilawuk yang
sedang mencarikan pria yang diimpikan putrinya. Saat itu Begawan Wilawuk yang
berujud raksasa membawa Arjuna dan menikahkannya dengan putrinya, Dewi
Jimambang. Konon ini adalah istri pertama dari Arjuna. Dari mertuanya, ia
mendapat warisan minyak Jayangketon yang berhasiat dapat melihat makhluk halus
jika dioleskan di pelupuk mata. Minyak ini berjasa besar bagi para Pandawa yang
saat itu berhadapan dengan Jin Yudistira dan saudara-saudaranya yang tak dapat
dilihat mata biasa. Saat itu pulalah Arjuna dapat mengalahkan Jin Dananjaya
dari wilayah Madukara. Jin Danajaya lalu merasuk dalam tubuh Arjuna. Selain
mendapat nama Dananjaya, Arjuna juga memperoleh wilayah kesatrian di Madukara
dengan Patih Suroto sebagai patihnya.
Saat menjadi buangan selama 12 tahun di hutan setelah Puntadewa kalah dalam permainan dadu Arjuna pernah pergi untuk bertapa di gunung Indrakila dengan nama Begawan Mintaraga. Dia saat yang sama Prabu Niwatakaca dari kerajaan Manimantaka yang meminta Dewi Supraba yang akan dijadikan istrinya. Saat itu tak ada seorang dewapun yang dapat menandingi kehebatan Prabu Niwatakaca dan Patihnya Ditya Mamangmurka. Menurut para dewa, hanya Arjunalah yang sanggup menaklukan raja raksasa tersebut. Batara Indra lalu mengirim tujuh bidadari untuk memberhentikan tapa dari Begawan Mintaraga. Ketujuh bidadari tersebut adalah Dewi Supraba sendiri, Dewi Wilutama, Dewi Leng-leng Mulat, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki, Dewi Gagarmayang dan Dewi Surendra. Tetapi ketujuh bidadari tersebut tetap saja tidak berhasil menggerakkan sang pertapa dari tempat duduknya. Setelah ketujuh bidadari tersebut kembali ke kayangan dan melaporkan kegagalannya, tiba-tiba munculah seorang raksasa besar yang mengobrak-abrik gunung Indrakila. Oleh Ciptaning, Buta tersebut di sumpah menjadi seekor babi hutan. Lalu babi hutan tersebut dipanahnya. Disaat yang bersamaan panah seorang pemburu yang bernama Keratapura. Setelah melalui perdebatan panjang dan perkelahian, ternyata Arjuna kalah. Arjuna lalu sadar bahwa yang dihadapinya tersebut adalah Sang Hyang Siwa atau Batara Guru. Ia lalu menyembah Batara Guru. Oleh Bataar Guru Arjuna diberi panah Pasopati dan diminta mengalahkan Prabu Niwatakaca.
Saat menjadi buangan selama 12 tahun di hutan setelah Puntadewa kalah dalam permainan dadu Arjuna pernah pergi untuk bertapa di gunung Indrakila dengan nama Begawan Mintaraga. Dia saat yang sama Prabu Niwatakaca dari kerajaan Manimantaka yang meminta Dewi Supraba yang akan dijadikan istrinya. Saat itu tak ada seorang dewapun yang dapat menandingi kehebatan Prabu Niwatakaca dan Patihnya Ditya Mamangmurka. Menurut para dewa, hanya Arjunalah yang sanggup menaklukan raja raksasa tersebut. Batara Indra lalu mengirim tujuh bidadari untuk memberhentikan tapa dari Begawan Mintaraga. Ketujuh bidadari tersebut adalah Dewi Supraba sendiri, Dewi Wilutama, Dewi Leng-leng Mulat, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki, Dewi Gagarmayang dan Dewi Surendra. Tetapi ketujuh bidadari tersebut tetap saja tidak berhasil menggerakkan sang pertapa dari tempat duduknya. Setelah ketujuh bidadari tersebut kembali ke kayangan dan melaporkan kegagalannya, tiba-tiba munculah seorang raksasa besar yang mengobrak-abrik gunung Indrakila. Oleh Ciptaning, Buta tersebut di sumpah menjadi seekor babi hutan. Lalu babi hutan tersebut dipanahnya. Disaat yang bersamaan panah seorang pemburu yang bernama Keratapura. Setelah melalui perdebatan panjang dan perkelahian, ternyata Arjuna kalah. Arjuna lalu sadar bahwa yang dihadapinya tersebut adalah Sang Hyang Siwa atau Batara Guru. Ia lalu menyembah Batara Guru. Oleh Bataar Guru Arjuna diberi panah Pasopati dan diminta mengalahkan Prabu Niwatakaca.
Ternyata mengalahkan Prabu Niwatakaca
tidak semudah yang dibayangkan. Arjuna lalu meminta bantuan Batari Supraba.
Dengan datangnya Dewi Supraba ke tempat kediaman Prabu Niwatakaca, membuat sang
Prabu sangat senang karena ia memang telah keseng-sem dengan sang dewi. Prabu
Niwatakaca yang telah lupa daratan tersebut menjawab semua pertanyaan Dewi
Supraba, sedang Arjuna bersembunyi di dalam gelungnya. Pertanyaan tersebut
diantaranya adalah dimana letak kelemahan Prabu Niwatakaca, sang Prabu dengan
tenang menjawab, kelemahannya ada di lidah. Seketika itu Arjuna muncul dan
melawan Prabu Niwatakaca. Karena merasa di permainkan, Prabu Niwatakaca
membanting Arjuna dan mengamuk sejadi-jadinya. Saat itu Arjuna hanya
berpura-pura mati. Ketika Niwatakaca tertawa dan sesumbar akan kekuatannya,
Arjuna lalu melepaskan panah Pasopatinya tepat kedalam mulut sang prabu dan
tewaslah Niwatakaca.
Arjuna lalu diangkat menjadi raja di kayangan Tejamaya, tempat para bidadari selama tujuh hari (satu bulan di kayangan = satu hari di dunia). Arjuna juga boleh memilih 40 orang bidadari untuk menjadi istrinya dimana ketujuh bidadari yang menggodanya juga termasuk dalam ke-40 bidadari tersebut dan juga Dewi Dresnala, Putri Batara Brahma. Selain itu Arjuna juga mendapat mahkota emas berlian dari Batara Indra, panah Ardadali dari Batara Kuwera, dan banyak lagi. Arjuna juga diberi kesempatan untuk mengajukan suatu permintaan. Permintaan Arjuna tersebut adalah agar Pandawa jaya dalam perang Baratayuda. Hal ini menimbulkan kritik keras dari Semar yang merupakan pamong Arjuna yang menganggap Arjuna kurang bijaksana. Menurut Semar, Arjuna seharusnya tidak egois dengan memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan keturunan Pandawa lainnya. Dan memang benar, kesemua Putra Pandawa yang terlibat dalam Perang Baratayuda tewas.
Arjuna lalu diangkat menjadi raja di kayangan Tejamaya, tempat para bidadari selama tujuh hari (satu bulan di kayangan = satu hari di dunia). Arjuna juga boleh memilih 40 orang bidadari untuk menjadi istrinya dimana ketujuh bidadari yang menggodanya juga termasuk dalam ke-40 bidadari tersebut dan juga Dewi Dresnala, Putri Batara Brahma. Selain itu Arjuna juga mendapat mahkota emas berlian dari Batara Indra, panah Ardadali dari Batara Kuwera, dan banyak lagi. Arjuna juga diberi kesempatan untuk mengajukan suatu permintaan. Permintaan Arjuna tersebut adalah agar Pandawa jaya dalam perang Baratayuda. Hal ini menimbulkan kritik keras dari Semar yang merupakan pamong Arjuna yang menganggap Arjuna kurang bijaksana. Menurut Semar, Arjuna seharusnya tidak egois dengan memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan keturunan Pandawa lainnya. Dan memang benar, kesemua Putra Pandawa yang terlibat dalam Perang Baratayuda tewas.
Di saat Arjuna sedang duduk-duduk tiba-tiba datanglah
Dewi Uruwasi. Dewi Uruwasi yang telah jatuh cinta terhadap Arjuna meminta
dijadikan istrinya. Arjuna menolak secara halus, namun Dewi Uruwasi yang sudah
buta karena cinta tetap mendesak. Karena Arjuan tetap menolak, Dewi Uruwasi
mengutuknya akan menjadi banci kelak. Arjuna yang sedih dengan kutukan tersebut
dihibur Batara Indra. Menurut Batara Indra hal tersebut akan berguna kelak dan
tak perlu disesali.Setelah kembali dari Kayangan, Arjuna dan saudara-saudaranya
harus menyamar di negri Wirata. Dan disinilah kutukan Dewi Uruwasi berguna.
Arjuna lalu menjadi guru tari dan kesenian, dan menjadi banci yang bernama
Kendri Wrehatnala. Di akhir penyamarannya, Arjuna kembali menjadi seorang
ksatria dan mengusir para kurawa yang ingin mnghancurkan kerajaan Wirata.
Arjuna lalu akan dikawinkan dengan Dewi Utari namun Arjuna meminta agar Dewi
Utari dikawinkan dengan putranya yaitu Raden Abimanyu.
Kendati Arjuna adalah seorang berbudi luhur namun ia
tetap tidak dapat luput dari kesalahan. Hal ini menyangkut hal pilih kasih.
Saat putranya Bambang Sumitra akan menikah dengan Dewi Asmarawati, Arjuna
terlihat acuh tak acuh. Oleh Semar, lalu acara tersebut diambil alih sehingga
pesta tersebut berlangsung dengan sangat meriah dengan mengadirkan dewa-dewa
dan dewi-dewi dari kayangan. Arjuna kemudian sadar akan kekhilafannya dalam hal
pilih-pilih kasih. Suatu pelajaran yang dapat dipetik disini adalah sebagai
orang tua hendaknya tidak memilih-milih kasih pada anak-anaknya.
Dalam perang Baratayuda Arjuna menjadi senopati Agung Pandawa yang berhasil membunuh banyak satriya Kurawa dan juga senotapi-senopati lainnya. Yang tewas di tangan Arjuna antara lain Raden Jayadrata yang telah membunuh putra kesayangannya yaitu Abimanyu, Prabu Bogadenta, Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Burisrawa, dan Adipati Karna.
Masih dalam Baratayuda, Arjuna yang baru saja
kehilangan putra kesayangannya menjadi kehilangan semangat, ditambah lagi guru
dan saudara-saudaranya satu-persatu gugur di medan Kurusetra. Prabu Kresna lalu
memberi nasihat bahwa dalam perang itu tidak ada kawan-lawan, kakak-adik
ataupun guru-murid semuanya adalah takdir dan harus dijalani. Ajaran ini
dikenal dengan nama Bagawat Gita. Yang membuat semangat ksatria penengah pandawa
tersebut kembali menyala saat akan berhadapan dengan Adipati Karna, saudara tua
seibu.
Setelah Perang Baratayuda berakhir, Dewi Banowati yang
memang telah lama berselingkuh dengan Arjuna kemudian diperistrinya. Sebelumnya
Arjuna telah memiliki seorang putri dari Dewi Banowati. Di saat yang sama Prabu
Duryudana yang mulai curiga dengan hubungan istrinya dan Arjuna lalu berkata
bahwa jika yang lahir bayi perempuan, itu adalah putri dari Arjuna dan Banowati
akan diusir tetapi jika itu laki-laki maka itu adalah putranya. Saat bayi
tersebut lahir ternyata adalah seorang perempuan. Banowati sangat panik akan
hal itu. Namun atas pertolongan Kresna, bayi tersebut ditukar sebelum Prabu
Duryudana melihatnya. Bayi perempuan yang lalu diasuh oleh Dewi Manuhara, istri
Arjuna yang lain kemudian di beri nama Endang Pergiwati. Karena kelahirannya
hampir sama dengan putri Dewi Manuhara yang bernama Endang Pergiwa, lalu
keduanya di aku kembar. Sedang untuk putra dari Dewi Banowati dan Prabu
Duryudana, Prabu Kresna mengambil seorang anak gandrawa dan diberi nama Lesmana
Mandrakumara. Karena ia adalah anak gandrawa yang dipuja menjadi manusia, maka
Lesmana Mandrakumara memiliki perwatakan yang cengeng dan agak tolol. Malang
bagi Dewi Banowati, pada malam ia sedang mengasuh Parikesit, ia dibunuh oleh
Aswatama yang bersekongkol dengan Kartamarma dan Resi Krepa untuk membunuh
Parikesit yang masih Bayi. Dihari yang sama Dewi Srikandi, dan Pancawala juga
dibunuh saat sedang tidur. Untunglah bayi parikesit yang menangis lalu menendang
senjata Pasopati yang di taruh Arjuna di dekatnya dan membunuh Aswatama.
Arjuna yang sedang sedih karena Banowati
telah dibunuh bersama Dewi Srikandi lalu mencari seorang putri yang mirip
dengan Dewi Banowati. Putri tersebut adalah Dewi Citrahoyi, istri Prabu
Arjunapati yang juga murid dari prabu Kresna. Prabu Kresna yang tanggap akan
hal itu lalu meminta Prabu Arjunapati menyerahkan istrinya pada Arjuna. Prabu
Arjunapati yang tersinggung akan hal itu menantang Prabu Kresna berperang dan
dalam pertempuran itu Prabu Arjunapati gugur sampyuh dengan Patih Udawa dan
Dewi Citrahoyi lalu menjadi istri Arjuna.
Setelah penguburan para pahlawan yang gugur dalam perang Baratayuda dan pengangkatan Prabu Puntadewa menjadi raja Astina dengan gelar Prabu Kalimataya, Arjuna melaksanakan amanat kakaknya dengan mengadakan Sesaji Korban Kuda atau disebut Sesaji Aswameda. Arjuna yang diiringi sepasukan tentara Astina lalu mengikuti seekor kuda kemanapun kuda itu berjalan dan kerajaan-kerajaan yang dilewati kuda tersebut harus tunduk pada Astina, jika tidak Arjuna dan pasukannya akan menyerang kerajaan tersebut. Semua kerajaan yang dilewati kuda tersebut ternyata dapat dikalahkan. Arjuna lalu kembali ke Astina dan akhir hidupnya diceritakan mati moksa dengan keempat saudaranya dan Dewi Drupadi.
Dalam pewayangan gaya Yogyakarta, Arjuna memiliki
beberapa wanda yaitu wanda Jenggleng, wanda Yudasmara, wanda Kinanthi, dan
wanda Jangkung.Setelah penguburan para pahlawan yang gugur dalam perang Baratayuda dan pengangkatan Prabu Puntadewa menjadi raja Astina dengan gelar Prabu Kalimataya, Arjuna melaksanakan amanat kakaknya dengan mengadakan Sesaji Korban Kuda atau disebut Sesaji Aswameda. Arjuna yang diiringi sepasukan tentara Astina lalu mengikuti seekor kuda kemanapun kuda itu berjalan dan kerajaan-kerajaan yang dilewati kuda tersebut harus tunduk pada Astina, jika tidak Arjuna dan pasukannya akan menyerang kerajaan tersebut. Semua kerajaan yang dilewati kuda tersebut ternyata dapat dikalahkan. Arjuna lalu kembali ke Astina dan akhir hidupnya diceritakan mati moksa dengan keempat saudaranya dan Dewi Drupadi.
4. Nakula
Resminya, Nakula atau Pinten adalah
putra dari Prabu Pandu dan Dewi Madrim. Namun karena Prabu Pandu tak dapat
behubungan tubuh dengan istrinya, maka Dewi Madri yang telah diajari ilmu
Adityaredhaya oleh Dewi Kunti memanggil dewa tabib kayangan yang juga dikenal
sebagai dewa kembar. Batara Aswan-Aswin. Nakula adalah putra dar Batara Aswan
sedang Sadewa adalah putra dari Batara Aswin.
Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia.
Raden Nakula memiliki perwatakan jujur, setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia.
Setelah 12 tahun menjadi buangan di hutan, Nakula
beserta saudara-saudaranya menyamar di negri Wirata. Di sana Nakula menjadi
seorang pelatih kuda kerajaan bernama Darmagrantika.
Aji-aji yang dimiliki oleh Nakula adalah Aji
Pranawajati yang berhasiat tak dapat lupa akan hal apapun. Aji ini ia dapat
dari Ditya Sapujagad, seorang perwira Kerajaan Mertani di bawah kekuasaan Prabu
Yudistira yang menyatu dalam tubuhnya. Nakula pun mendapat wilayah yang dulu
diperintah oleh Sapujagad yaitu Sawojajar. Nakula juga memiliki cupu yang
berisi Banyu Panguripan dari Batara Indra, cupu berisi Tirta Manik yang
merupakan air kehidupan dari mertuannya Begawan Badawanganala.
Raden Nakula menikah dengan Dewi Retna
Suyati, putri dari Prabu Kridakerata dari Awu-Awu Langit dan berputra Bambang
Pramusinta dan Dewi Pramuwati. Ia juga menikah dengan Dewi Srengganawati, putri
Dari Begawan Badawanganala dari Gisik Samudra berputri Dewi Sritanjung. Saat
perang Baratayuda berlangsung, Nakula dan Sadewa diutus Prabu Kresna untuk
menemui Prabu Salya dengan membawa patrem (semacam pisau kecil) dan minta
dibunuh karena tidak tahan melihat saudara-saudaranya mati karena tak ada
satupun manusia yang sanggup menandingi Aji Candabirawa Prabu Salya. Prabu
Salya yang terharu lalu memberikan rahasia kelemahannya kepada si kembar bahwa
yang sanggup membunuhnya adalah Puntadewa yang berdarah putih.
Setelah Baratayuda selesai, Nakula diangkat menjadi raja di Mandrapati menggantikan Prabu Salya karena semua putranya tewas dalam perang Baratayuda. Diceritakan bahwa Nakula mati moksa bersama empat saudaranya dan Dewi Drupadi.
Wikipedia
Setelah Baratayuda selesai, Nakula diangkat menjadi raja di Mandrapati menggantikan Prabu Salya karena semua putranya tewas dalam perang Baratayuda. Diceritakan bahwa Nakula mati moksa bersama empat saudaranya dan Dewi Drupadi.
Wikipedia
Nakula (Sansekerta: नकुल, Nakula), adalah
seorang tokoh protagonis dari wiracarita Mahabharata. Ia merupakan putera Dewi
Madri, kakak ipar Dewi Kunti. Ia adalah saudara kembar Sadewa dan dianggap
putera Dewa Aswin, Dewa tabib kembar.
Menurut kitab Mahabharata, Nakula sangat tampan dan
sangat elok parasnya. Menurut Dropadi, Nakula merupakan suami yang paling
tampan di dunia. Namun, sifat buruk Nakula adalah membanggakan ketampanan yang
dimilikinya. Hal itu diungkapkan oleh Yudistira dalam kitab Prasthanikaparwa.
Secara harfiah, kata nakula dalam bahasa Sansekerta
merujuk kepada warna Ichneumon, sejenis tikus atau binatang pengerat dari
Mesir. Nakula juga dapat berarti “cerpelai”, atau dapat juga berarti “tikus
benggala”. Nakula juga merupakan nama lain dari Dewa Siwa.
Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa
memiliki kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi. Nakula digambarkan
sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti dalam menjalankan
tugasnya dan selalu mengawasi kenakalan kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap
senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam memainkan
senjata pedang.
Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam
hutan, keempat Pandawa (Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa) meninggal karena meminum
air beracun dari sebuah danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan
kepada Yudistira untuk memilih salah satu dari keempat saudaranya untuk
dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih oleh Yudistira untuk hidup kembali. Ini
karena Nakula merupakan putera Madri, dan Yudistira, yang merupakan putera
Kunti, ingin bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima
atau Arjuna, maka tidak ada lagi putera Madri yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa
penyamaran di Kerajaan Wirata, Nakula menyamar sebagai perawat kuda dengan nama
samaran “Grantika”. Nakula turut serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra,
dan memenangkan perang besar tersebut.
Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian.
Dalam kitab Prasthanikaparwa, yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam perjalanan ketika para Pandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira, “Kakakku, adik kita ini sangat rajin dan penurut. Ia juga sangat tampan dan tidak ada yang menandinginya. Mengapa ia meninggal sampai di sini?”. Yudistira yang bijaksana menjawab, “Memang benar bahwa ia sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun ketahuilah, bahwa Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah. Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di sini”. Setelah mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpa upacara pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai kedamaian.
Nakula dalam pewayangan Jawa
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula dengan nama
Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan sebagai obat). Ia
merupakan putera keempat Prabu Pandudewanata, raja negara Hastinapura dengan
permaisuri Dewi Madri, puteri Prabu Mandrapati dengan Dewi Tejawati, dari
negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa atau Sadewa. Nakula
juga menpunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan Dewi Kunti,
dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias Werkudara dan
Arjuna
Nakula adalah titisan Batara Aswin, Dewa tabib. Ia
mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan lembing.
Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena ia
mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani. Ia
juga mempunyai cupu berisi “Banyu Panguripan” atau “Air kehidupan” pemberian
Bhatara Indra.
Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat, belas
kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal di kesatrian
Sawojajar, wilayah negara Amarta. Nakula mempunyai dua orang isteri yaitu:
* Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata,
raja negara Awuawulangit, dan memperoleh dua orang putera masing-masing bernama
Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati.
* Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.
Setelah selesai perang Bharatayuddha, Nakula diangkat
menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya, Dewi
Madrim. * Dewi Srengganawati, puteri Resi Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama Tirtamanik.
Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa di gunung Himalaya bersama keempat saudaranya.
5. Sadewa
Raden Sadewa atau Tangsen yang merupakan saudara
kembar dari Raden Nakula adalah bungsu dari Pandawa. Ia adalah putra dari Dewi
Madrim dan Batara Aswin, dewa kembar bersama Batara Aswan, ayah Nakula.
Raden Sadewa memiliki perwatakan jujur,
setia, taat pada orang tua dan tahu membalas budi serta dapat menjaga rahasia.
Dalam hal olah senjata, sadewa ahli dalam penggunaan pedang. Nama-nama lain
dari Sadewa adalah Sudamala, dan Madraputra.
Dalam penyamaran di Negri Wirata Sadewa menjadi
pengurus taman kerajaan di Wirata bernama Tantripala.
Jika Nakula tak dapat lupa akan segala hal maka,
Sadewa juga memiliki ingatan yang kuat serta ahli dalam hal menganalisis
sesuatu. Sadewa juga ahli dalam hal Metafisika dan dapat tahu hal yang akan
terjadi. Ini diperoleh dari Ditya Sapulebu yang dikalahkannya dan menyatu dalam
tubuhnya saat Pandawa membuka hutan Mertani. Selain itu, Sadewa mendapatkan
wilayah Bumiretawu atau juga disebut Bawertalun.
Sadewa menikah dengan Dewi Srengginiwati putri Begawan
Badawanganala dan berputra Bambang Widapaksa. Selain itu Ia juga menikah dengan
Dewi Rasawulan, putri dari Prabu Rasadewa dari kerajaan Selamiral. Menurut
kabar, yang sanggup memperistri Dewi Rasawulan akan unggul dalam Baratayuda Di
saat yang sama Arjuna dan Dursasana juga datang melamar, namun yang memenakan
sayembara pilih itu hanyalah Sadewa karena ia sanggup menjabarkan apa arti
cinta sebenarnya.
Sebelum pecah Baratayuda, ada dua
raksasa penjelmaan Citraganda dan Citrasena yang bernama Kalantaka dan
Kalanjaya yang datang ke Astina hendak membantu kerajaan Astina. Kedua raksasa
tersebut sebenarnya hanyalah jin biasa, namun karena dikutuk oleh Batara Guru
akibat mengintip Batara Guru dan Dewi Uma yang sedang mandi di telaga.
Kehadiran kedua raksasa tersebut tenyata menimbulkan kegusaran dalam diri Dewi
Kunti. Dewi Kunti lalu memohon pada Batari Durga agar kedua raksasa tersebut
dimusnahkan. Batari Durga meminta Sadewa sebagai tumbalnya. Mendengar hal itu,
Dewi Kunti tidak setuju dan kemudian kembali ke Amarta. Batari Durga kemudian
menyuruk Kalika, seorang jin anak buahnya untuk menyusup kedalam tubuh Dewi
Kunti. Dalam keadaan kerasukan, Dewi Kunti menyuruh sadewa sebagai tumbal dan
diminta menghadap Batari Durga. Sadewa pun hanya menurut perintah ibu tirinya
yang telah mengasuhnya dari kecil.
Sesampainya di hutan, Batari Durga minta diruwat oleh
Sadewa menjadi putri yang cantik. Sadewa tidak sanggup melakukannya dan lalu
akan dimangsa oleh Batari Durga. Sang Hyang Narada yang mengetahui hal itu lalu
melaporkannya pada Batara Guru. Batara Guru lalu merasuk kedalam tubuh Sadewa
dan meruwat Batari Durga. Kemudian kedua raksasa jelmaan Citraganda dan
Citrasena dimusnahkan. Cerita ini dikenal dengan lakon Sudamala.
Setelah perang baratayuda selesai, Sadewa memilih
menjadi patih Hastina dan juga pendamping Puntadewa. Akhir hidupnya diceritakan
mati moksa dengan saudara-saudaranya.
Dalam pewayangan gaya Yogyakarta, wayang Nakula dan
Sadewa dibedakan oleh jamang lidi (semacam hiasan kepala) yang di tunjuk dalam
gambar dibawah. Sadewa menggunakan jamang lidi sedangkan Nakula tidak.
untuk lebih lengkap nya : http://mahabarata121211212.blogspot.com/2014/10/mengenal-tokoh-wayangmahabarata
0 Komentar